| |
|
Memopulerkan Solo sebagai ibukota batik. Misi ini diangkat Solo Batik Carnival Community dengan menampilkan berbagai kreasi kostum berbahan batik. Mereka juga ingin mengangkat dan mengenalkan batik sebagai salah satu warisan budaya di Indonesia.
Sejumlah orang berkostum karnaval berlenggak-lenggok di atas karpet merah di pelataran Ciputra World, Minggu (25/7) siang. Berbagai bentuk kostum dikenakan. Mulai dari bunga matahari, anggrek, mawar, pohon kelapa, burung cenderawasih dan kupu-kupu. Mereka adalah Solo Batik Carnival Community.
Sepintas, karnaval ini mirip Jember Fashion Carnival yang digelar tahunan di Jember tiap bulan Agustus. Mereka mengenakan kostum-kostum unik dan berat, seperti halnya Mardi Gras di Amerika Serikat dan Brazilian Carnival. Tapi Solo Batik Carnival Community membuatnya sedikit berbeda.
Jika di Jember Fashion Carnival tidak ada motif kain tertentu yang digunakan, dalam Solo Batik Carnival sekitar 75 persen bahan yang digunakan harus dari batik. Sesuai nama yang diangkat serta misi yang diusung. Tapi pakem itu tidak membatasi kreativitas anggotanya. Mereka memang harus menggunakan bahan batik. Tapi tidak selalu batik khas Solo.
“Kain batik yang digunakan bebas berasal dari daerah mana atau memakai motif apa selama selaras dengan bentuk kostum yang diciptakan,” kata Rey Tanjung, Sekretaris Solo Batik Carnival Community di sela-sela Unique Contemporary Batik Festival di Ciputra World, Minggu (25/7).
Rey mengatakan, kebebasan dalam memilih motif batik tidak lepas dari niat Solo Batik Carnival Community untuk mempopulerkan beragam jenis batik di Indonesia. Memang, misi utama komunitas ini adalah menanamkan citra Solo sebagai ibukota batik. Namun mereka juga ingin dunia mengenal batik Indonesia.
Dalam komunitas ini, kreativitas masing-masing anggota menjadi kunci utama. Tidak ada tim tertentu yang bertugas mendesain dan membuat kostum yang dipakai. Masing-masing anggota menciptakan sendiri kostum yang akan dikenakan dalam karnaval.
Kreativitas masing-masing anggota ini kemudian diadu. Hanya kostum terbaik yang akan ditampilkan dalam Solo Batik Carnival yang tahun ini sudah memasuki tahun ketiga. Maupun ketika ada undangan tampil di kota lain seperti dalam Kediri Fashion Parade baru-baru ini. Maklum, jumlah anggota yang mencapai 350 orang tidak memungkinkan pengurus mengajak mereka semua.
Saat tampil pun, tidak ada tim make-up khusus untuk mendandani seluruh peserta. Masing-masing peserta berdandan sendiri sebelum tampil dengan tata rias menyesuaikan kostum yang dikenakan. “Ini sudah jadi kebijakan kami sejak awal untuk memacu kreativitas setiap anggota,” kata Rey.
Untuk anggota, Rey mengatakan tidak persyaratan khusus jika ada yang ingin bergabung dengan Solo Batik Carnival Community. Usia berapa pun boleh masuk. Menurut Rey, anggota termuda dalam komunitasnya sekarang berusia 5 tahun. Sementara yang tertua berumur 53 tahun.
Latar belakang pendidikan juga bukan jadi hal yang mutlak untuk bisa jadi anggota. Memang, mayoritas punya latar belakang pendidikan seni atau grafis. Tapi ada pula siswa SMP yang ikut tampil dengan memakai kreasi busananya sendiri.
Ning Hadiati, salah satu anggota Solo Batik Carnival, mengatakan kreativitas memang jadi penekanan utama. Ia sendiri mengaku sudah beberapa kali merombak kostum yang diciptakannya jika muncul ide baru.
“Bahkan dari kostum yang sudah pernah saya kenakan, saya kadang merombak dan mengkreasinya menjadi sesuatu yang baru,” kata Ning yang mengenakan kostum bunga matahari dalam karnaval kemarin.
Untuk penampilan di Ciputra World dan penutupan G-Walk Festival, Solo Batik Carnival mengangkat tema Sekar Jagad. Dalam tema ini, seluruh anggota diajak mengeksplorasi kekayaan flora dan fauna di Indonesia. Lahirlah 15 kostum flora dan 15 kostum fauna. Tapi untuk karnaval di Ciputra World, hanya 12 kostum flora dan 2 kostum fauna yang ditampilkan. Mereka berjalan dengan diiringi musik gamelan ciptaan sendiri.
General Manager Marketing Ciputra World, Natalia Cecilia Tanudjaja, mengatakan pihaknya sengaja mengundang Solo Batik Carnival Community untuk tampil di Unique Contemporary Batik Festival sebelum mereka ikut memeriahkan penutupan G-Walk Festival, Minggu malam. Alasannya, melalui karnaval ini, publik bisa lebih mengenal batik. Apalagi karnaval digelar di pelataran depan Ciputra World yang menghadap langsung ke Jl Mayjen Sungkono.
“Orang yang lewat otomatis pasti akan menoleh untuk melihat,” kata Natalia.
Melalui festival ini, Natalia berharap masyarakat tidak lagi menganggap batik sebagai sesuatu yang kuno dan tidak menarik. Tapi sesuatu yang bisa dikreasikan menjadi baju yang indah dan bisa dipakai seluruh lapisan masyarakat di segala umur.
“Apalagi batik termasuk warisan budaya kita, jadi harus dilestarikan dan dipopulerkan,” kata Natalia. rey